Ilustrasi Gambar |
PADA zaman setelah kemerdekaan, keamanan di Jakarta sungguh mahal karena banyaknya gerombolan garong di beberapa wilayah. Namun ada satu centeng mumpuni yang sulit sekali ditaklukan oleh gerombolan garong.
Seperti dikutip dari blog Bang Mandor, Centeng tersebut adalah Dul Icong seorang warga China yang kemudian masuk Islam. Perawakannya kecil sebagaimana leluhurnya, ia berkulit putih bersih dan bermata kubil (sipit).
Ilmu pukul Betawinya sangat mumpuni, bahkan badannya kedot alias tak mempan senjata tajam. Karena segala kelebihan itulah ia diangkat sebagai kepala centeng tuan tanah kaya raya dari Rawa Lele, Ceng Kim.
Usman (baca: Cerita Betawi, Upacara Bebaritan atau Sedekah Bumi di Bambularangan) yang tewas oleh gerombolan garong adalah anak buah Dul Icong. Sebagaimana ahli sejarah menulis, setelah perang kemerdekaan selesai, di Jakarta khususnya, situasi keamanan belum stabil. Banyak gerombolan garong berkeliaran, umumnya mereka menggarong China kaya dan tuan tanah.
Disamping garong ada juga tukang gedor atau gedoran. Gedoran berasal dari kata penggedoran atau bunyi pintu orang kaya yang digedor-gedor dan dirampas hartanya.
Hasil gedoran selain uang dan perhiasan juga bahan kain batik dan belacu. Diantara garong-garong dan tukang gedor legendaris adalah Muhammad Item atau Mat Item, Ki Rabin, Ki Naja, Rajiih, Ki Nari, dan Jebul. Dari nama-nama itu hanya Ki Rabin yang masih hidup hingga saat ini.
Kehebatan ilmu Dul Icong membuat gerombolan garong selalu gagal merampok Tuan tanah Ceng Kim. Hal ini membuat mereka menyimpan dendam dan selalu mencari cara membunuh Dul Icong.
Pernah ada kejadian salah tembak, gerombolan garong mengira yang menjadi bandar judi sintir adalah Dul Icong ternyata malam itu Dul Icong digantikan Musa rekannya. Musa tewas ditembak garong di arena upacara bebaritan.
Tidak kehabisan akal gerombolan garong menjebak Dul Icong dengan undangan kondangan palsu. Ditemani sepuluh orang rekannya diantaranya Ki Dadu dan Ki Sinin, Dul Icong dengan sepeda ontel berangkat ke Meruya untuk menghadiri undangan kawinan tersebut. Namun ketika melintasi Bendungan Polor rombongan Dul Icong rupanya sudah ditunggu puluhan garong yang menaruh dendam kepadanya.
Bendungan atau Pintu Air polor terletak di Kampung Candulan, Kelurahan Petir Cipondoh Kota Tangerang. Tidak ada prasasti yang menyatakan dibangunnya, yang pasti sudah dibangun sejak zaman Belanda.
Dahulu jalan ini adalah akses terdekat bagi orang ataupun pedagang dari Cengkareng ke arah selatan dan sebaliknya. Setelah Dul Icong ditangkap, seluruh rekannya dipersilahkan pulang.
Menurut cerita yang diyakini masyarakat setempat, Dul Icong dibegal gerombolan Muhammad Item, yang selalu gagal masuk ke wilayah maja dan sekitarnya, terutama ke rumah Tuan Tanah Ceng Kim.
Karena ilmu kedot yang dimilikinya Dul Icong sangat sulit dibunuh meskipun dikeroyok puluhan garong. Namun kehebatan Dul Icong berakhir setelah sebilah bambu hitam ditusukkan dari dubur menembus ke ubun-ubunnya. Mayatnya kemudian dibenamkan kedalam Bendungan Polor. Sampai hari ini mayat Dul Icong tidak pernah ditemukan.
Begitulah lelakon lama yang sudah lama hilang dan kita lupakan, upacara Bebaritan dan cerita dua bendungan alias pintu air, pintu air kampung Maja dan bendungan Polor.
Sayang sekali salah satu kekayaan budaya yang pernah hidup ditengah-tengah masyarakat kita ini harus punah, upacara Bebaritan terakhir di adakan masyarakat Bambularangan sekitar tahun 1984 yang lalu.
Menurut Ki Mangkat, salah seorang pelaku upacara bebaritan, salah satu penyebab hilangnya upacara ini adalah masuknya listrik ke wilayah Bambularangan, lampu penerangan jalan yang terang benderang membuat kali tidak angker lagi.
sumber : https://metro.sindonews.com/read/1235656/173/cerita-betawi-kisah-dul-icong-dibantai-gerombolan-garong-bagian-2-tamat-1504175841/13
0 komentar:
Terima kasih sudah berkunjung, Silahkan Tinggalkan Komentar