Keindahan Batu Akik Pancawarna Edong

Kisah Abah Edong, Penemu Batu Akik Pancawarna

Abah Edong, 80 tahun, tak menyangka batu pertama hasil galiannya akan menjadi mahal dan diburu para pencinta akik. Padahal, 10 tahun lalu, batu seberat satu kuintal yang pertama kali ditemukannya itu hanya dihargai Rp 4 juta.

Kini batu, yang dikenal dengan batu pancawarna, yang seukuran batu cincin saja harganya bisa mencapai sekitar Rp 3 juta. "Abah tidak tahu kalau batu itu akhirnya jadi berharga," kata Edong.

Edong menuturkan pengalamannya memburu batu akik. Kala itu, sekitar 1990-an, dia belum tertarik untuk menggali batu. Padahal saat itu telah banyak orang yang menggali batu di sekitar lahan garapannya di Kampung Cikarawang, Kecamatan Caringin, Garut, Jawa Barat.

Perburuan baru dilakukan oleh Edong pada sekitar 1994. 

Kisah Abah Edong, Penemu Batu Akik Pancawarna

Aki Edong, pemilik lokasi tambang batu mulia, menunjukkan bongkahan batu mulia yang akan dia jual dengan harga 200 juta/kg dikediamannya di Desa Caringin, Garut, Jawa Barat. 8 Februari 2015. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

Awalnya Edong bermimpi didatangi almarhum ayahnya. Dalam mimpi itu, ayahnya menyuruh Edong membuat tambang batu sendiri di lahannya bila Edong berniat mencari batu akik seperti warga lainnya . Tapi, ayahnya tidak menyebut lokasi mana yang harus digali.

Karena belum yakin, Edong pun meminta kepada Yang Kuasa dengan salat malam. "Sebelum mimpi, Abah salat tahajud dulu meminta kepada Allah. Biar diberikan jalan dan rizki yang barokah," ujarnya.

Pada mulanya dia hanya mencari batu berwarna hijau, seperti yang umum dilakukan penggali lain, karena saat itu harganya lumayan menjanjikan. Namun, setelah beberapa meter menggali, dia hanya menemukan batu lima warna. 

Edong kecewa, karena batu yang didapatnya tidak sama dengan orang lain. Malah banyak orang yang mencibirnya lantaran warnanya berbeda.

Tapi dia tak patah semangat. Meski belum laku dia tetap menggali batu warna warni itu . Hasil galiannya yang pertama dia simpan dengan harapan ada pembeli. Bahkan, Ruhyana, 59 tahun, tetangganya yang turut menggali, juga mengaku batu jenis itu lebih banyak dia buang. "Saya hanya memilih batu yang hijau, yang pancawarna dibuang, karena dianggap jelek," ujar Ruhyana.

Kesuksesan awal: satu kuintal batu galiannya dibeli Rp 4 juta. 

Cerita batu temuan Edong yang warnanya berbeda dengan para penggali lainnya akhirnya menyebar. Mantan lurah setempat lalu menawar untuk membeli batu itu. Satu kuintal batu galiannya ditawar Rp 4 juta. Tanpa pikir panjang, Edong pun langsung menjualnya. Apalagi dia sedang sangat membutuhkan uang untuk memenuhi keperluan hidupnya. 

Tak lama berselang, rumah dan galian Edong pun banyak didatangi orang. Tidak hanya dari Garut, tapi juga banyak dari luar kota. Mereka berbondong-bondong untuk membeli batu galiannya. "Waktu itu ada orang Jakarta yang minta izin bila batu dari Abah dikasih nama sesuai nama Abah, yakni Edong," ujarnya.

Sejak itu, dia bersama anak dan menantunya terus melakukan penggalian dengan harapan mendapatkan batu yang sama. Penggalian batu itu dijalani Edong selama 10 tahun. Kini dia hanya mengawasi dan mengontrol hasil galian yang diperoleh anak-cucunya.

Setelah banyak dicari, kini Edong mulai menaikan harga batu dari galiannya. Dua bulan lalu, anak dan menantu Edong berhasil mendapatkan bongkahan batu seberat 1,5 kuintal. "Kami punya keinginan batu pancawarna yang didapat ini bisa terjual Rp 200 juta," ujar Ruhyana.

Batu pancawarna pun meledak. Jenis apa yang banyak dicari?
Batu pancawarna kini telah menjadi primadona. Keindahan warna batu menjadi daya tarik para pencinta batu akik. Batu Garut Edong atawa batu pancawarna memiliki lima warna, yaitu merah cabai, hijau, hitam, kuning, dan putih tulang.

Menurut Maman Soedarman, pemilik Galeri Batu Garut Al Hijr, batu Garut memiliki keindahan tersendiri. Dalam setiap bongkahan memiliki karakteristik yang berbeda, karena itu setiap batu akik Garut tidak akan ada yang sama.

Selain warna, batu Garut yang paling banyak diburu adalah yang memiliki corak atau gambar lukisan, baik menyerupai pemandangan alam, benda, hewan atau orang. "Batu yang bergambar ini yang harganya fantastis. Baik gambar yang terlihat di permukaan atau gambar yang tersembunyi di dalam batu," katanya.

Maman mengatakan, para pembeli batu Garut ini kebanyakan para kolektor dari dalam maupun luar negeri. Dia mengaku saat ini memasok batu akik Garut ke Jepang dan Belanda. Sedangkan ke negara lain, seperti Malaysia, Cina, Korea, dan Eropa, dipasarkan oleh broker atau perantara. "Cincin ini harganya sekarang di Belanda Rp 500 juta," ujarnya sambil menunjukan cincin jenis natural chrysoprase.

Menurut Maman, harga batu pancawarna yang tidak bergambar saat ini harganya berkisar Rp 1-25 juta. Sedangkan pancawarna yang bergambar atau ada lukisan bisa sampai Rp 1 miliar. "Harga batu ini tidak ada standarnya, karena memiliki nilai seni," ujarnya.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2015/02/17/108643054/ Kisah-Abah-Edong-Penemu-Batu-Akik-Pancawarna/1/4




















Previous Post
Next Post

0 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung, Silahkan Tinggalkan Komentar

Popular Posts